BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Perilaku
Merokok
1.
Perilaku Merokok
a.
Perilaku
Sarwono (1993)
mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh individu satu
dengan individu lain dan sesuatu itu bersifat nyata. Menurut Morgan (1986)
tidak seperti pikiran atau perasaan, perilaku merupakan sesuatu yang konkrit
yang dapat diobservasi , direkam maupun dipelajari.
Walgito (1994)
mendefinisikan perilaku atau aktivitas ke dalam pengertian yang luas yaitu
perilaku yang tampak (overt behaviour)
dan perilaku yang tidak tampak (inner behaviour), demikian pula
aktivitas-aktivitas tersebut disamping aktivitas motoris juga termasuk
aktivitas emosional dan kognitif.
Chaplin (1999)
memberikan pengertian perilaku dalam dua arti. Pertama perilaku dalam arti luas
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami seseorang. Pengertian yang
kedua, perilaku didefinisikan dalam arti sempityaitu segala sesuatu yang
mencakup reaksi yang dapat diamati.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah segala sesuatu yang
dilakukan oleh manusia dalam menanggapi stimulus lingkungan, yang meliputi aktivitas
motoris, emosional dan kognitif.
b.
Pengertian Perilaku Merokok
Merokok adalah suatu tindakan menghisap
rokok untuk mencapai kenikmatan, mula-mula dilakukan secara sadar dan lambat
laun secara tidak sadar sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang
meningkat (Kisyanto & Mansjoer, 1984:8).
Menurut Kardinah (Kristanda, 1995; 34),
merokok adalah tindakan yang berbahaya bagi jiwa manusia, baik si perokok atau
orang yang berada disekitarnya.
Merokok tidak hanya berbahaya bagi jasmani seseorang
tetapi juga rohaninya.
Sitepoe (Maselino 2003:22) berpendapat
bahwa merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik
menggunakan rokok maupun pipa.
Dalam Kamus The World Book Encyclopedia
(Marselino 2003:22) definisi smoking
(merokok) adalah : “the drawing of
tobacco smoke from a cigarette, a cigar, or a pipe into the mouth and often
into the lungs and puffing it out”. Dari definisi tersebut terlihat sama dengan
proses menghisap tembakau dari rokok atau pipa yang dimasukkan mulut hingga
masuk kedalam tubuh dan keluar kembali dari tubuhnya.
Berdasarkan beberapa pengertian merokok
tersebut dapat disimpulkan bahwa merokok adalah proses memasukkan asap kedalam
tubuh lalu mengeluarkannya kembali dan membahayakan jiwa raga manusia.
2. Tipe
Perilaku Merokok
Erickson
(Komasari dan Helmi, 2000) mengatakan bahwa merokok berkaitan dengan masa
pencarian jati diri pada diri remaja. Perilaku merokok ada 4 tahap sehingga
mencapai tahap perokok, antara lain :
a. Tahap
prepatory, seseorang mendapat gambaran yang menyenangkan dengan
cara mendengar, melihat, dan membaca, sehingga menimbulkan minat untuk merokok.
b. Tahap
Innitation, tahapan dimana seseorang mulai merintis atau mencoba
untuk merokok dan apakah akan melanjutkan perilaku merokoknya.
c. Tahap
becoming a smoker, apabila seseorang mulai merokok sebanyak empat
batang sehari, maka dia mempunyai kecenderungan untuk menjadi perokok.
d. Tahap
maintenance of smoking, ada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu
pengaturan diri (self regulating). Dan merokok dilakukan untuk memperoleh efek
psikologis yang menyenangkan (Clearly, 2000).
Menurut Lewin
perilaku merokok merupakan fungsi lingkungan dan individu. Artinya perilaku
merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan oleh
lingkungan. Disebutkan juga bahwa merokok pada tahap awal dilakukan dengan
teman-teman (46%), seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%), dan orang
tua (14%). Hal ini yang mendukung hasil penelitian Komasari dan Helmi yang
menyebutkan bahwa ada 3 faktor penyebab merokok pada perempuan yaitu kepuasan
psikologis, sikap primitive orang tua dengan perilaku merokok, dan pengaruh
teman sebaya (Komasari. Dkk, 2008).
3.
Aspek-aspek
Perilaku Merokok
Aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (Nasution, 2007), yaitu :
a.
Fungsi
merokok dalam kehidupan sehari-hari
Fungsi merokok dapat
menggambarkan perasaan yang dialami oleh perokok, seperti perasaan positif
maupun negatif. Selain itu merokok juga berkaitan dengan pencarian jati diri
pada remaja. Perasaan positif seperti mengalami perasaan tenang dan nyaman
ketika mengkonsumsi rokok.
b.
Intensitas
merokok
Smet (1994) mengklasifikasikan
perokok berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap, yaitu :
1) Perokok
berat yang menghisap lebih
dari 1 batang dalam sehari
2) Perokok
sedang menghisap 5-14 batang dalam sehari
3) Perokok
rungan menghisap 1-4 batang dalam sehari
c.
Tempat
merokok
Ada dua tipe perokok
berdasarkan tempat, yaitu :
1) Merokok
ditempat-tempat umum atau ruang publik
a) Kelompok
homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya.
Umumnya perokok masih menghargai orang lain, karena itu, perokok menempatkan
diri di smoking area.
2) Kelompok
yang heterogen, merokok ditengah-tengah oranglain yang tidak merokok, anak kecil,
orang jompo, dan orang sakit.
3) Merokok
ditempat-tempat yang bersifat pribadi.
a) Kantor
atau dikamar tidur pribadi. Perook memilih tempat-tempat seperti ini untuk
tempat merokok, digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan
diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.
b) Toilet,
perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.
d.
Waktu
merokok
Menurut
Presty (Smet, 1994) remaja
yang merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya
saat sdang kumpul bersama teman, cuaca yang dingin, setelah dimarahi orangtua.
Berdasarkan aspek-aspek
perilaku merokok diatas dapat disimpulkan bahwa ada 4 aspek perilaku merokok
yaitu fungsi merokok, intensitas merokok, waktu merokok dan tempat merokok.
4.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Perilaku Merokok
Menurut Sarafino (Marselino, 2003:29),
ada faktor-faktor psikososial sebagai penguat yang menyebabkan remaja merokok,
yaitu :
a.
Modelling
Modelling yang dimaksud
adalah meniru perilaku orang yang dianggap sebagai panutan seperti orangtua,
saudara, teman maupun artis. Orang- orang ini sangat berperan dalam proses
pencarian identitas remaja artinya orangtua yang dijadikan panutanoleh anak.
b. Peer
presure
Peer
presure adalah tekanan – tekanan yang datang dari
teman
sebaya. Biasanya bagi remaja diterima dalam kelompok meruapakan penghargaan.
Untuk masuk dalam kelompok, kadang harus mampu memenuhi aturan-aturan dalam
kelompok tersebut. Di akalangan remaja, rokok di jadikan sebagai instrumen
dalam pergaulan, jika ajakan teman yang memberikan rorok ditolak, mereka
dijuluki “katro, kuper, banci, dsb.
c. Smoker
image
Diasosiasikan dapat menjadi
daya tarik/ketertarikan
antar lawan jenis,terlihat matang, glamour, dewasa, gagah dan menggairahkan.
Kesan-kesan ini menjadi daya tari bagi remaja sendiri untuk mencobanya meskipun
pada awalanya mengalami batuk-batuk dan bisa mencapai tahap reguler smoking.
d.
Personal
characteristic
Karakteristik seseorang
seperti suka menantang/ memberontak merupakan karakter yang melekat pada anakanak
remaja.
Berdasarkan uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi perilaku
merokok pada remaja, yaitu modelling, peer presure, smoker image dan pesonal
characteristic.
B.
Remaja
1.
Definisi
remaja
Istilah Adolescence
atau remaja berasal dari kata latin asdolescere
(kata Belanda, adolescentia yang
berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (dalam Hurlock,
1999). Istikah adolescence, seperti
yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental,
emosional, spasial dan fisik.
Menurut
Piaget (Hurlock, 1980: 206), remaja adalah masa dimana individu berintegrasi
dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat
orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkat yang sama.
Remaja juga didefinisikan sebagai suatu periode
perkembangan dari transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa, yang diikuti
oleh perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional (Santrock, 1998).
Sedangkan menurut Monks (1999), remaja adalah individu yang berusia antara
12-21 tahun yang sudah mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa,
dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa
remaja penengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir.
Menurut
Agustiani (2006:28) remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini mngalami banyak perubahan baik
fisik maupun psikisnya.
WHO
dalam Sarlito (2005:9) memberikan definisi tentang remaja berdasarkan tiga
kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Remaja adalah suatu
masa ketika :
a. Individu
berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya
sampai saat ia mecapai kematangan seksual.
b. Individu
mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa.
c. Terjadi
peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang
relatif lebih mandiri.
Dari pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa perlihan dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa yang di tandai dengan perubahan fisik maupun psikis.
2. Tahap
Perkembangan Remaja
Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks
(1999) maka terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam
proses menuju kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu :
a. Remaja
awal (12-15 tahun)
Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang
menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan
pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang
secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian
terhadap ego dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang
dewasa.
b. Remaja
madya (15-18 tahun)
Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman.
Ada kecenderungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih
menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada
tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena mash ragu harus
memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau
pesimis, dan sebagainya.
c. Remaja
akhir (18-21 tahun)
Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan
pencapaian :
1) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi
intelek.
2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan
orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.
3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah
lagi.
4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri
sendiri) diganti dengan keseimbangan antara diri sendiri dengan masyarakat
umum.
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tahap perkembangan masa remaja adalah
periode yang penting, periode peralihan, dan mencari identitas.
C.
Konsep
Diri
1.
Definisi
Konsep Diri
Diri menurut Cooley (Burns, 1993) adalah sebagai
sesuatu yang ditunjukkan di dalam pidato yang biasa dengan kata-kata ganti
orang pertama tunggal “I”, “Me”, “Mine” dan “Myself”. James (Burns, 1993)
menganggap diriyang global sebagai “Me” dan “I” yang berlangsung bersamaan.
Mereka merupakan aspek-aspek pembeda dari kesatuan yang sama, suatu pembedaan
antara pengalaman murni “I”, dan isi-isi pengalaman itu “Me”, antara diri
sebagai subyek “I” dan diri obyek “Me”. Diri dari setiap individu berkembang
sebagai hasil dari hubungannya dengan proeses-proses aktivitas sosial,
pengalaman dan hubungan dengan individu lainnya di dalam proses itu.
Menurut
Chaplin (2002:451), self concept atau
konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri., penialaian atau
penafsiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan.
Hurlock
(1980:234) mengartikan konsep diri sebagai gambaran seseorang tentang dirinya.
Gambaran ini merupakan gabungan kepercayaan orang tersebut megenai diri sendiri yang meliputi karakteristik
fisik, psikologis, sosial, emosi, aspirasi dan prestasi. Setiap individu
mempunyai konsep diri yang sesungguhnya dan konsep diri yang ideal.
Rogers (Santrock,2005:491)
mendefiniskan self concept sebagai :
“An individual overall perceptions and assesments of their abilities,
behavior, and personalities”.
(konsep diri adalah
keseluruhan persepsi dan penilaian terhadap kemampuan, tingkah laku, dan
kepribadian mereka).
Sedangkan
Brooks (dalam Rakhmat,2005:9) menambahkan definisi konsep diri sebagai :
“Those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that
we have derived from experiences and our interaction with others”
Jadi konsep diri adalah
pandangan fisik, sosial, dan persepsi dari diri kita yang tercipta dari
pengalaman dan hasil interaksi kita dengan orang lain.
Berdasarkan
uraian di atas dapat dismpulkan bahwa definisi konsep dii adalah persepsi atau
pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri dan penilaian orang lain, secara
keseluruhan baik secara psikologis, sosial, dan fisik.
2.
Dimensi
– dimensi Konsep Diri
Fitts
(dalam Agustiani,2006:139) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu
sebagai berikut :
a.
Dimensi
Internal
Dimensi
internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal adala penilaian yang
dilakukan individu, yakni penilaian individu yang dilakukan dirinya sendiri
berdasarkan dunia didalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk :
1) Identitas diri
Bagian
ini mengacu pada pertanyaan, “siapakah saya?” dalam pertanyaan tersebut
tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh
individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun
identitasnya, misalnya “Saya Dian”.
2)
Diri
pelaku (behavioral self)
Diri
pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan
segala kesadaran mengenai “Apa yang dilakukan oleh diri”.
3)
Diri
penerimaan/ penilai (judging self)
Diri
penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator.kedudukannya
adalah sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri pelaku.diri
penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang
menerima dirinya.
b. Dimensi eksternal
Ada
dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas
sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, seta hal-hal lain diluar dirinya.
Fitts
membedakannya dalam lima bentuk, yaitu :
1)
Diri
fisik
Diri
fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik.
Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya (cantik,
jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, kurus,
gemuk).
2)
Diri
etik-moral
Bagian
ini merupakan persepsi seseorng terhadap dirinya di lihat dari standar
pertimbangan nilai oral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang
mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya
dan nilai-nilai moral yang dipegangnya.
3)
Diri
pribadi
Diri
pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan dirinya. Hal
ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan oranglain tetapi
dipengaruhi oleh sejauh mana individu measa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya
sebagai pribadi yang tepat.
4)
Diri
keluarga
Diri
keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya
sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran yang dijalankan sebagai anggta
keluarga.
5)
Diri
sosial
Merupakan
penilaian individunya terhadap interaksi dirinya dengan orang lain
maupunlingkungan disekitarnya.
Jadi
dapat diambil kesimpulan bahwa dimensi-dimensi yang embentuk konsep diri secara
garis besar dibagi menjadi dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi
internal meliputi aspek-aspek diri pribadi, sedangkan dmensi eksternal meliputi
apek-aspek yang berhubungan dengan lingkungan.
3. Konsep
diri yang Tinggi dan Rendah
a. Konsep diri yang tinggi
Suatu konsep diri yang tinggi dapat disamakan dengan evaluasi diri yang
positif, penghargaan diri yang positif, perasaan harga dri yang positif dan
penerimaan diri yang positif. Orang-orang dengan penilaian diri dan harga diri
yang tinggi umumnya menerima keadaan diri mereka sendiri. Mereka menganggap diri
mereka sebagai bernilai, penting dan patut dihargai dan mampu untuk menggunakan
pengaruh terhadap orang lain. Tugas-tugas yang baru dan menantang dicari dan
dinikmati, di dalam cara yang optimis, mengharapkan keberhasilan (Burns, 1993).
D. Skema Pemikiran
E.
Hipotesis
Hipotesis yang dapat
dilakukan dalam penelitian ini :
Hipotesis alternatif (Ha) :
ada hubungan
yang signifikan antara konsep diri dengan perilaku merokok pada remaja.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Identifikasi
Variabel
Variabel tergantung : Perilaku merokok
Varabel bebas : Konsep diri
B.
Definisi
Operasional Variabel
1. Konsep
diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk
melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi lingkungan. Mengacu
pada teori Fitts(1971)yang membagi konsep diri menjadi dua dimensi pokok, yaitu
dimensi internal dan dimensi eksternal.
2.
Perilaku merokok adalah
suatu tindakan menghisap rokok untuk mencapai kenikmatan, mulai dilakukan
secara sadar dan lambat laun secara tidak sadar sehingga akhirnya menjadi suatu
kebiasaan yang meningkat. Mengacu pada Leventhal & Clearly (Komasari & Helmi, 2000)
yang membagi 4 tahap dalam merokok, yaitu tahap prepatory, initiation, becoming, dan maintenance of smoking.
C.
Populasi
dan Tekning Sampling
1. Populasi
Dalam penelitian ini
populasinya adalah remaja Sekolah Menengah Pertama.
2. Sampel
Subjek yang menjadi
responden penelitian ini adalah mereka yang ber usia 12-15 tahun, baik
perempuan maupun laiki-laki yang pernah merokok.
3. Teknik
pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel
pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling atau studi populasi yaitu
meneliti semua elemen yang ada diwilayah penelitian.
4. Metode
pengumpulan data
Metode pengumpulan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode skala, yaitu metode
yang berisi pernyataan atau pertanyaan yang disusun dan disebarkan secara
tertulis kepada subjek berupa angket. Angket pengumpulan data menggunakan skala
Likert yang merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan
distribusi sebagai dasar penentuan skalanya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian,
Hendiati. (2006). Psikologi perkembangan pendekatan ekologi. Kaitannya dengan
konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung : Retika Aditama.
Burns, R.B. 1993. Konsep
diri; Teori, Pengukuran, Perkembangan
dan Perilaku. Terjemahan. Jakarta: Arcan.
Calhoun, F.J dan Acocella, J.R. 1990. Psychological of Adjustment and Human
Relathionship. Third Eedition. New York: Mc Graw-Hill Publishing Company.
Chaplin, J.P. (1997). Kamus Lengkap Psikologi. (Terjemahan Dr. Kartini Kartono). Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Chaplin,
J.P. (2002). Kamus lengkap psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hurlock, Elizabeth, B. (1999). Psikologi Perkembangan: “ Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan”
(Terjemahan Istiwidiyanti &
Soedjarno). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kisyanto
& Mansjoer.(1984). Merokok Sebagai Resiko Jantung Koroner.
Komasari, D., & Helmi. A.F. 2000. Faktor-Faktor
Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal
Psikologi Universitas Gajah Mada, 2. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
Press.
Marselino.
(2003). Hubungan peraaan rendah diri dan intensitas merokok pada remaja awal.
Skripsi Fakultas Psikologi Univeritas Indonseia.
Maulidya, P (2016). Hasil survey : 45 persen Remaja
Indonesia Usia 13-19 tahun Sudah Merokok. Surya.co.id.
Senin, 29 Agustus 2016.
Monks, FJ & Knoers, AMP, Haditono , (1999). Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya,
(Terjemahan Siti Rahayu Haditono). Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Rahcmat & Syafar.(2013). Perilaku Remaja Merokok
Sekolah Menengah Pertama.
Rakhmat,
Jalaluddin.(2005). Psikologi komunikasi. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Rasti, 2008. Bahaya
Rokok. Available from:from://knoey.dagdigdug.com/2008/05/05/bahaya-merokok.
Republika, (2018). Duh, 38 Persen Remaja Aktif
Merokok. Republika.co.id. Sabtu, 26
Mei 2018.
Santrock,
J.W.(2003). Adolencense : perkembangan remaja edisi keenam. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Santrock, J.W.(2007). Remaja. Edisi 11 jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Sarlito,
W.(2005). Psikologi Remaja. Jakarta : Raja grafindo persada.
Sarwono, S. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta :CV.
Rajawali.
Smet, B. (1994). Psikologi
Kesehatan. Semarang: PT. Gramedia
Walgito, B. (1994). Psikologi Sosial (Suatu
Penagantar) Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
Zakiah
Darajat. (1990). Kesehatan Mental. Jakarta: CV Haji Masagung.