Rabu, 04 Juli 2018

BAB II & III



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Perilaku Merokok
1.    Perilaku Merokok
a.    Perilaku
Sarwono (1993) mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh individu satu dengan individu lain dan sesuatu itu bersifat nyata. Menurut Morgan (1986) tidak seperti pikiran atau perasaan, perilaku merupakan sesuatu yang konkrit yang dapat diobservasi , direkam maupun dipelajari.
Walgito (1994) mendefinisikan perilaku atau aktivitas ke dalam pengertian yang luas yaitu perilaku yang tampak (overt behaviour) dan perilaku yang tidak tampak (inner behaviour), demikian pula aktivitas-aktivitas tersebut disamping aktivitas motoris juga termasuk aktivitas emosional dan kognitif.
Chaplin (1999) memberikan pengertian perilaku dalam dua arti. Pertama perilaku dalam arti luas didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami seseorang. Pengertian yang kedua, perilaku didefinisikan dalam arti sempityaitu segala sesuatu yang mencakup reaksi yang dapat diamati.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia dalam menanggapi stimulus lingkungan, yang meliputi aktivitas motoris, emosional dan kognitif.  
b.    Pengertian Perilaku Merokok
Merokok adalah suatu tindakan menghisap rokok untuk mencapai kenikmatan, mula-mula dilakukan secara sadar dan lambat laun secara tidak sadar sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang meningkat (Kisyanto & Mansjoer, 1984:8).
Menurut Kardinah (Kristanda, 1995; 34), merokok adalah tindakan yang berbahaya bagi jiwa manusia, baik si perokok atau orang yang berada disekitarnya. Merokok tidak hanya berbahaya bagi jasmani seseorang tetapi juga rohaninya.
Sitepoe (Maselino 2003:22) berpendapat bahwa merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun pipa.
Dalam Kamus The World Book Encyclopedia (Marselino 2003:22) definisi smoking (merokok) adalah : “the drawing of tobacco smoke from a cigarette, a cigar, or a pipe into the mouth and often into the lungs and puffing it out”. Dari definisi tersebut terlihat sama dengan proses menghisap tembakau dari rokok atau pipa yang dimasukkan mulut hingga masuk kedalam tubuh dan keluar kembali dari tubuhnya.
Berdasarkan beberapa pengertian merokok tersebut dapat disimpulkan bahwa merokok adalah proses memasukkan asap kedalam tubuh lalu mengeluarkannya kembali dan membahayakan jiwa raga manusia.
2.    Tipe Perilaku Merokok
Erickson (Komasari dan Helmi, 2000) mengatakan bahwa merokok berkaitan dengan masa pencarian jati diri pada diri remaja. Perilaku merokok ada 4 tahap sehingga mencapai tahap perokok, antara lain :
a.    Tahap prepatory, seseorang mendapat gambaran yang menyenangkan dengan cara mendengar, melihat, dan membaca, sehingga menimbulkan minat untuk merokok.
b.    Tahap Innitation, tahapan dimana seseorang mulai merintis atau mencoba untuk merokok dan apakah akan melanjutkan perilaku merokoknya.
c.    Tahap becoming a smoker, apabila seseorang mulai merokok sebanyak empat batang sehari, maka dia mempunyai kecenderungan untuk menjadi perokok.
d.    Tahap maintenance of smoking, ada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu pengaturan diri (self regulating). Dan merokok dilakukan untuk memperoleh efek psikologis yang menyenangkan (Clearly, 2000).
Menurut Lewin perilaku merokok merupakan fungsi lingkungan dan individu. Artinya perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan oleh lingkungan. Disebutkan juga bahwa merokok pada tahap awal dilakukan dengan teman-teman (46%), seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%), dan orang tua (14%). Hal ini yang mendukung hasil penelitian Komasari dan Helmi yang menyebutkan bahwa ada 3 faktor penyebab merokok pada perempuan yaitu kepuasan psikologis, sikap primitive orang tua dengan perilaku merokok, dan pengaruh teman sebaya (Komasari. Dkk, 2008).
3.    Aspek-aspek Perilaku Merokok
Aspek-aspek perilaku merokok menurut  Aritonang (Nasution, 2007), yaitu :
a.    Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari
Fungsi merokok dapat menggambarkan perasaan yang dialami oleh perokok, seperti perasaan positif maupun negatif. Selain itu merokok juga berkaitan dengan pencarian jati diri pada remaja. Perasaan positif seperti mengalami perasaan tenang dan nyaman ketika mengkonsumsi rokok.



b.    Intensitas merokok
Smet (1994) mengklasifikasikan perokok berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap, yaitu :
1)    Perokok berat yang menghisap lebih dari 1 batang dalam sehari
2)    Perokok sedang menghisap 5-14 batang dalam sehari
3)    Perokok rungan menghisap 1-4 batang dalam sehari
c.    Tempat merokok
Ada dua tipe perokok berdasarkan tempat, yaitu :
1)    Merokok ditempat-tempat umum atau ruang publik
a)    Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya perokok masih menghargai orang lain, karena itu, perokok menempatkan diri di smoking area.
2)    Kelompok yang heterogen, merokok ditengah-tengah oranglain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, dan orang sakit.
3)    Merokok ditempat-tempat yang bersifat pribadi.
a)    Kantor atau dikamar tidur pribadi. Perook memilih tempat-tempat seperti ini untuk tempat merokok, digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.
b)    Toilet, perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.
d.    Waktu merokok
Menurut Presty (Smet, 1994) remaja yang merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya saat sdang kumpul bersama teman, cuaca yang dingin, setelah dimarahi orangtua.
Berdasarkan aspek-aspek perilaku merokok diatas dapat disimpulkan bahwa ada 4 aspek perilaku merokok yaitu fungsi merokok, intensitas merokok, waktu merokok dan tempat merokok.
4.    Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Merokok
Menurut Sarafino (Marselino, 2003:29), ada faktor-faktor psikososial sebagai penguat yang menyebabkan remaja merokok, yaitu :
a.    Modelling
Modelling yang dimaksud adalah meniru perilaku orang yang dianggap sebagai panutan seperti orangtua, saudara, teman maupun artis. Orang- orang ini sangat berperan dalam proses pencarian identitas remaja artinya orangtua yang dijadikan panutanoleh anak.


b.    Peer presure
Peer presure adalah tekanan – tekanan yang datang dari teman sebaya. Biasanya bagi remaja diterima dalam kelompok meruapakan penghargaan. Untuk masuk dalam kelompok, kadang harus mampu memenuhi aturan-aturan dalam kelompok tersebut. Di akalangan remaja, rokok di jadikan sebagai instrumen dalam pergaulan, jika ajakan teman yang memberikan rorok ditolak, mereka dijuluki “katro, kuper, banci, dsb.
c.    Smoker image
Diasosiasikan dapat menjadi daya tarik/ketertarikan antar lawan jenis,terlihat matang, glamour, dewasa, gagah dan menggairahkan. Kesan-kesan ini menjadi daya tari bagi remaja sendiri untuk mencobanya meskipun pada awalanya mengalami batuk-batuk dan bisa mencapai tahap reguler smoking.    
d.    Personal characteristic
Karakteristik seseorang seperti suka menantang/ memberontak merupakan karakter yang melekat pada anakanak remaja.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja, yaitu modelling, peer presure, smoker image dan pesonal characteristic.

B.   Remaja
1.    Definisi remaja
Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin asdolescere (kata Belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (dalam Hurlock, 1999). Istikah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik.
Menurut Piaget (Hurlock, 1980: 206), remaja adalah masa dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkat yang sama.
Remaja juga didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan dari transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa, yang diikuti oleh perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional (Santrock, 1998). Sedangkan menurut Monks (1999), remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang sudah mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja penengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir.
Menurut Agustiani (2006:28) remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini mngalami banyak perubahan baik fisik maupun psikisnya.
WHO dalam Sarlito (2005:9) memberikan definisi tentang remaja berdasarkan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Remaja adalah suatu masa ketika :
a.    Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mecapai kematangan seksual.
b.    Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c.    Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa perlihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang di tandai dengan perubahan fisik maupun psikis.
2.    Tahap Perkembangan Remaja
Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999) maka terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu :
a.    Remaja awal (12-15 tahun)
Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.
b.    Remaja madya (15-18 tahun)
Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena mash ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya.


c.    Remaja akhir (18-21 tahun)
Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian :
1)    Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
2)    Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.
3)    Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
4)    Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara diri sendiri dengan masyarakat umum.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tahap perkembangan masa remaja adalah periode yang penting, periode peralihan, dan mencari identitas.
C.   Konsep Diri
1.    Definisi Konsep Diri
Diri menurut Cooley (Burns, 1993) adalah sebagai sesuatu yang ditunjukkan di dalam pidato yang biasa dengan kata-kata ganti orang pertama tunggal “I”, “Me”, “Mine” dan “Myself”. James (Burns, 1993) menganggap diriyang global sebagai “Me” dan “I” yang berlangsung bersamaan. Mereka merupakan aspek-aspek pembeda dari kesatuan yang sama, suatu pembedaan antara pengalaman murni “I”, dan isi-isi pengalaman itu “Me”, antara diri sebagai subyek “I” dan diri obyek “Me”. Diri dari setiap individu berkembang sebagai hasil dari hubungannya dengan proeses-proses aktivitas sosial, pengalaman dan hubungan dengan individu lainnya di dalam proses itu. 
Menurut Chaplin (2002:451), self concept atau konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri., penialaian atau penafsiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan.
Hurlock (1980:234) mengartikan konsep diri sebagai gambaran seseorang tentang dirinya. Gambaran ini merupakan gabungan kepercayaan orang tersebut megenai diri sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosi, aspirasi dan prestasi. Setiap individu mempunyai konsep diri yang sesungguhnya dan konsep diri yang ideal.
Rogers (Santrock,2005:491) mendefiniskan self concept sebagai :
An individual overall perceptions and assesments of their abilities, behavior, and personalities”.
(konsep diri adalah keseluruhan persepsi dan penilaian terhadap kemampuan, tingkah laku, dan kepribadian mereka).
Sedangkan Brooks (dalam Rakhmat,2005:9) menambahkan definisi konsep diri sebagai :
Those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with others”
Jadi konsep diri adalah pandangan fisik, sosial, dan persepsi dari diri kita yang tercipta dari pengalaman dan hasil interaksi kita dengan orang lain.

Berdasarkan uraian di atas dapat dismpulkan bahwa definisi konsep dii adalah persepsi atau pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri dan penilaian orang lain, secara keseluruhan baik secara psikologis, sosial, dan fisik. 

2.    Dimensi – dimensi Konsep Diri
Fitts (dalam Agustiani,2006:139) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut :
a.    Dimensi Internal
Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal adala penilaian yang dilakukan individu, yakni penilaian individu yang dilakukan dirinya sendiri berdasarkan dunia didalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk :

1)  Identitas diri
Bagian ini mengacu pada pertanyaan, “siapakah saya?” dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya, misalnya “Saya Dian”.
2)    Diri pelaku (behavioral self)
Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “Apa yang dilakukan oleh diri”.
3)    Diri penerimaan/ penilai (judging self) 
Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator.kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri pelaku.diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya.
 
b.  Dimensi eksternal
Ada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, seta hal-hal lain diluar dirinya.
Fitts membedakannya dalam lima bentuk, yaitu :
1)    Diri fisik
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, kurus, gemuk).
2)    Diri etik-moral
Bagian ini merupakan persepsi seseorng terhadap dirinya di lihat dari standar pertimbangan nilai oral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya.
3)    Diri pribadi
Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan dirinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan oranglain tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu measa puas terhadap  pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.



4)    Diri keluarga
Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran yang dijalankan sebagai anggta keluarga.
5)    Diri sosial
Merupakan penilaian individunya terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupunlingkungan disekitarnya.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa dimensi-dimensi yang embentuk konsep diri secara garis besar dibagi menjadi dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal meliputi aspek-aspek diri pribadi, sedangkan dmensi eksternal meliputi apek-aspek yang berhubungan dengan lingkungan.
3.    Konsep diri yang Tinggi dan Rendah
a.    Konsep diri yang tinggi
Suatu konsep diri yang tinggi dapat disamakan dengan evaluasi diri yang positif, penghargaan diri yang positif, perasaan harga dri yang positif dan penerimaan diri yang positif. Orang-orang dengan penilaian diri dan harga diri yang tinggi umumnya menerima keadaan diri mereka sendiri. Mereka menganggap diri mereka sebagai bernilai, penting dan patut dihargai dan mampu untuk menggunakan pengaruh terhadap orang lain. Tugas-tugas yang baru dan menantang dicari dan dinikmati, di dalam cara yang optimis, mengharapkan keberhasilan (Burns, 1993).

D.   Skema Pemikiran

E.   Hipotesis
Hipotesis yang dapat dilakukan dalam penelitian ini :
Hipotesis alternatif (Ha) : ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan perilaku merokok pada remaja.










BAB III
METODE PENELITIAN

A.   Identifikasi Variabel
Variabel tergantung   : Perilaku merokok
Varabel bebas           : Konsep diri
B.   Definisi Operasional Variabel
1.    Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi lingkungan. Mengacu pada teori Fitts(1971)yang membagi konsep diri menjadi dua dimensi pokok, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal.
2.    Perilaku merokok adalah suatu tindakan menghisap rokok untuk mencapai kenikmatan, mulai dilakukan secara sadar dan lambat laun secara tidak sadar sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang meningkat. Mengacu pada Leventhal & Clearly (Komasari & Helmi, 2000) yang membagi 4 tahap dalam merokok, yaitu tahap prepatory, initiation, becoming, dan maintenance of smoking.
C.   Populasi dan Tekning Sampling
1.    Populasi
Dalam penelitian ini populasinya adalah remaja Sekolah Menengah Pertama.
2.    Sampel
Subjek yang menjadi responden penelitian ini adalah mereka yang ber usia 12-15 tahun, baik perempuan maupun laiki-laki yang pernah merokok.
3.    Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling atau studi populasi yaitu meneliti semua elemen yang ada diwilayah penelitian.
4.    Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode skala, yaitu metode yang berisi pernyataan atau pertanyaan yang disusun dan disebarkan secara tertulis kepada subjek berupa angket. Angket pengumpulan data menggunakan skala Likert yang merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi sebagai dasar penentuan skalanya.   






DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Hendiati. (2006). Psikologi perkembangan pendekatan ekologi. Kaitannya dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung : Retika Aditama.
Burns, R.B. 1993. Konsep diri; Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku. Terjemahan. Jakarta: Arcan.
Calhoun, F.J dan Acocella, J.R. 1990. Psychological of Adjustment and Human Relathionship. Third Eedition. New York: Mc Graw-Hill Publishing Company.
Chaplin, J.P. (1997). Kamus Lengkap Psikologi. (Terjemahan Dr. Kartini Kartono). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Chaplin, J.P. (2002). Kamus lengkap psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hurlock, Elizabeth, B. (1999). Psikologi Perkembangan: “ Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan” (Terjemahan Istiwidiyanti & Soedjarno). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kisyanto & Mansjoer.(1984). Merokok Sebagai Resiko Jantung Koroner.
Komasari, D., & Helmi. A.F. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada, 2. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.
Marselino. (2003). Hubungan peraaan rendah diri dan intensitas merokok pada remaja awal. Skripsi Fakultas Psikologi Univeritas Indonseia.
Maulidya, P (2016). Hasil survey : 45 persen Remaja Indonesia Usia 13-19 tahun Sudah Merokok. Surya.co.id. Senin, 29 Agustus 2016.
Monks, FJ & Knoers, AMP, Haditono , (1999). Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, (Terjemahan Siti Rahayu Haditono). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rahcmat & Syafar.(2013). Perilaku Remaja Merokok Sekolah Menengah Pertama.
Rakhmat, Jalaluddin.(2005). Psikologi komunikasi. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Rasti, 2008. Bahaya Rokok. Available from:from://knoey.dagdigdug.com/2008/05/05/bahaya-merokok.
Republika, (2018). Duh, 38 Persen Remaja Aktif Merokok. Republika.co.id. Sabtu, 26 Mei 2018.
Santrock, J.W.(2003). Adolencense : perkembangan remaja edisi keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Santrock, J.W.(2007). Remaja. Edisi 11 jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Sarlito, W.(2005). Psikologi Remaja. Jakarta : Raja grafindo persada.
Sarwono, S. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta :CV. Rajawali.
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Semarang: PT. Gramedia
Walgito, B. (1994). Psikologi Sosial (Suatu Penagantar) Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
Zakiah Darajat. (1990). Kesehatan Mental.  Jakarta: CV Haji Masagung.